Monday, May 24, 2010

Cerpen: HAAH...?!!

“Kita akan liburan ke Bali!!!”
 
Allia, Zidan, dan Ibu menoleh bersamaan ke asal suara. Rupanya itu Ayah, yang sedang berdiri di ambang pintu sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, dan tas kantornya dibiarkan tergeletak di lantai. Mereka bertiga melongo heran melihat Ayah sudah seperti Superman siap terbang.


“Ah, Ayah. Kalau lagi capek jangan bercanda deh,” timpal Allia sambil tertawa kecil. Ia menyeruput jus jeruk yang baru saja dibuatnya.

“Siapa yang bercanda? Ayah serius! Ayo bereskan barang-barang kalian, kita ke Ba—”

“Yah, please. Jangan sebut kata B-A-L-I lagi, itu bikin aku depresi,” potong Zidan. Tangannya menopang dagu, tanda kebosanannya sudah memuncak.

“Depresi?” Ayah mengernyitkan dahinya. Depresi apa pula ini?

“Sebaiknya Ayah istirahat dulu, biar nggak ngigau lagi,” Ibu ikut tertawa kecil. Dikiranya Ayah benar-benar bercanda.

Ayah menghela napas, capek ‘dituduh’ bercanda oleh istri dan anak-anaknya. Ia segera mengeluarkan sesuatu dari tas kantornya dan menunjukkannya pada mereka. “Kalau kalian kira Ayah bercanda, lalu ini apa?”

Zidan menghampiri Ayah. Matanya tertuju pada empat lembar kertas yang dipegang Ayah. “Ah, aaaah, TIKET KE BALI! BALIII!!!”

Melihat Zidan loncat-loncat kegirangan, Allia dan Ibu langsung menyerbu Ayah.
“YEEESS!!! Ayah nggak bercanda! Kita beneran ke Bali! Bali, Bali...” Allia meniru sebuah iklan yang sering ditayangkan di televisi saking senangnya.

Kantor Ayah tengah berada di puncak keemasannya. Sebagai hadiah karena telah bekerja dengan sangat baik, atasan Ayah memberi tiket plus akomodasi selama lima hari di Bali.
Allia dan Zidan langsung mengemasi barang-barang mereka. Mereka tak sabar menunggu hari esok, karena mereka belum pernah ke Bali sebelumnya. Jangankan ke Bali... kota sebatas Bandung saja belum pernah. Ayah tidak punya waktu untuk mengajak mereka berlibur.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Allia dan Zidan berpakaian layaknya turis, lengkap dengan baju motif bunga-bunga, kacamata hitam dan topi rotan yang lebar. Ibu tidak setuju dengan pakaian mereka, karena ia merasa itu agak berlebihan. Tetapi apa mereka peduli? Mereka hanya ingin menyesuaikan pakaian dengan ciri khas Bali, agar suasana liburan lebih terasa.

“Oke, ayo kita berangkat! Jangan lupa baca doa yaa!” Ayah menjalankan mobil. Tetapi baru saja keluar dari garasi, ia segera menghentikan mobilnya. “Ah, Ayah lupa dompet! Sebentar ya, hehe...”

Ayah masuk ke rumah dan kembali dengan membawa dompetnya. “Oke, sekarang beneran baca doa yaa! Bismillahirrahmanirrahim...”

Mobil pun meninggalkan pekarangan rumah. Allia dan Zidan terlihat senang, sampai-sampai mereka berulang kali bertanya-tanya; bagaimana keadaan di Bali, seperti apa rupa orang-orang Bali, dan tentu saja rupa pantai-pantai indah di sana.

Tiba-tiba mobil berhenti lagi di depan kompleks perumahan.


“Kamera! Ibu tadi taruh kamera di sofa ruang tamu!” ujar Ibu panik.

“Yaah, Bu. Kamera doang...” Zidan melengkungkan bibirnya, kecewa.

“Heh, kamera itu penting tau! Masa kita ke Bali nggak bawa kamera?” cibir Allia. “Balik lagi aja, Yah. Cuma sebentar kok...”

“Ya udah, kita balik dulu,” Ayah memutar arah mobil menuju rumah.

Setelah Ibu mengambil kamera, mereka melanjutkan perjalanan. Allia berdoa, semoga perjalanan mereka lancar dan selamat sampai di Bali.

Namun tampaknya doanya belum berhasil. Ketika mereka memasuki tol dalam kota, Ayah meminta tiket pesawat yang tadi pagi ia titipkan pada Allia. Allia sadar tiket itu tidak ada di dalam tasnya.

“Alliaaa! Kenapa kamu bisa lupa barang sepenting itu?!!!” Ayah terpaksa menghentikan mobil di bahu jalan tol.

“Maaf Yah, aku lupa... Tadi aku taruh di tempat tidur...” Allia hanya bisa menunduk dan menyesal. Kenapa ia bisa seteledor ini sih?

“Aduh, Kak... Tiket kok ditaruh di tempat tidur sih?” Belum-belum Zidan sudah lemas duluan. Ada saja hal yang membuat mereka balik lagi ke rumah, demi melengkapi liburan ke Bali ini. “Jadi kita harus balik lagi, Yah? Udah setengah jalan gini?!”

“Ya iyalah, percuma kalau kita lanjut terus. Mau naik pesawat pakai apa?” Ayah terlihat kesal. Ia akui ini salahnya, menitipkan barang penting kepada Allia yang teledor.

Mereka keluar di pintu tol berikutnya, dan hanya tersisa waktu satu jam sebelum keberangkatan pesawat. 
Ayah bisa menjamin kalau mereka bisa tiba di bandara tepat waktu dalam satu jam, tetapi ia tidak tahu apakah jalan ke bandara akan macet atau tidak.

Sesampainya di rumah, Allia langsung mengambil tiket pesawat dan memastikan jumlahnya empat lembar. Ia segera masuk ke mobil, tapi Ayah tidak langsung menjalankannya. “Semua siap? Barang-barang nggak ada yang ketinggalan lagi kan?” tanyanya. “Mumpung di rumah nih. Ibu, dompet ada?”

“Ada!” seru Ibu.

“Allia, iPod-mu?”

“Udah, Ayah...” jawab Allia.

“Zidan, PSP? Nanti jangan merengek-rengek kalau kamu bosan.”

“Nggak akan lupa!” jawab Zidan mantap.

“Semua, HP-nya sudah dibawa masing-masing?”

“Sudaaaaaah!” seru mereka bersamaan, seperti anak-anak TK yang baru belajar tanya jawab.

“Bener nih? Oke, kita berangkat!” Dengan tekad yang bulat, Ayah kembali menjalankan mobil. Ia yakin semua barang sudah lengkap dan tidak ada lagi yang tertinggal.

Begitu sampai di bandara, waktu mereka tinggal 15 menit lagi sebelum pesawat take off. Mereka cepat-cepat melakukan check in. Allia dan Zidan kembali bersemangat. Liburan akhirnya dimulai...

“Pak, maaf...” sela petugas check in. “Saya rasa Bapak salah beli tiket...”

Kebahagiaan Allia dan Zidan tiba-tiba kandas mendengar pernyataan si petugas ini.

“Ah, masa sih, Mas? Saya sudah cek kok tadi, kami ikut penerbangan jam 14.30 tanggal 16 Jul—” Ayah terhenti. “Bu, sekarang tanggal berapa?”

Ibu langsung melihat kalender handphone-nya dan terkejut. Ia menghela napas panjang. “Tanggal 15...”

“HAAH...?!!” Allia dan Zidan berseru hampir bersamaan.

Ayah meneliti tiket-tiket itu, Ibu, Allia dan Zidan ikut mengerubunginya. Di sana tertulis ‘July 16th 2009, 14.30 Gate 2D’.

Jadi dari tadi untuk apa kita bolak-balik sampai tiga kali?!


(NB: Ini adalah cerpen saya yang merupakan tugas sekolah. Hehehehehe. Bagaimana menurut kalian?)

No comments:

Post a Comment

Tell me what do you think about this posting. Anything! Good or bad, I'm ready to receive it.